Sabtu, 31 Juli 2010

Hadist Tentang Shalat Malam

Suatu hari pernah diceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang tidur semalam suntuk tanpa mengingat untuk sholat, maka beliau menyatakan: “Orang tersebut telah dikencingi setan di kedua telinganya.” (Muttafaqun ‘alaih).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menceritakan: “Setan mengikat pada tengkuk setiap orang diantara kalian dengan tiga ikatan (simpul) ketika kalian akan tidur. Setiap simpulnya ditiupkanlah bisikannya (kepada orang yang tidur itu): 'Bagimu malam yang panjang, tidurlah dengan nyenyak.' Maka apabila (ternyata) ia bangun dan menyebut nama Allah Ta’ala (berdoa), maka terurailah (terlepas) satu simpul. Kemudian apabila ia berwudhu, terurailah satu simpul lagi. Dan kemudian apabila ia sholat, terurailah simpul yang terakhir. Maka ia berpagi hari dalam keadaan segar dan bersih jiwanya. Jika tidak (yakni tidak bangun sholat dan ibadah di malam hari), maka ia berpagi hari dalam keadaan kotor jiwanya dan malas (beramal shalih).” (Muttafaqun ‘alaih)

Suatu ketika Abu Dzar Al Ghiffari melihat Rasulullah SAW shalat malam. Ia pun segera bermakmum padanya. Pada rakaat pertama, Rasul membaca QS Al Baqarah dari awal. Beliau terus membacanya sampai ratusan ayat.
"Mungkin beliau akan sujud pada ayat yang ke dua ratus," demikian pikir Abu Dzar. Ketika tiba di ayat 200 dan ada jeda, Abu Dzar bersiap untuk ruku. Ternyata, Rasul meneruskan bacaannya.

Maka Abu Dzar membatalkan rukunya. "Mungkin beliau akan ruku setelah Al Baqarah ini selesai," demikian pikir Abu Dzar berikutnya. Maka setelah QS Al Baqarah selesai dibaca (286 ayat), Abu Dzar kembali bersiap untuk ruku. Ternyata, Rasul meneruskan membaca QS Ali Imran.

Maka Abu Dzar membatalkan rukunya. "Mungkin beliau akan ruku setelah selesai membaca Ali Imran," pikir Abu Dzar kembali. Maka ketika Rasul selesai membaca QS Ali Imran (200 ayat), Abu Dzar kembali bersiap untuk ruku. Ternyata, Rasul meneruskan membaca QS An Nisaa'.

Akhirnya setelah QS An Nisaa' selesai dibaca (176 ayat), Rasul bertakbir lalu ruku. Maka Abu Dzar mengikutinya. "Dan rukunya beliau hampir sama lamanya dengan berdirinya," ungkap Abu Dzar. Pada saat berdiri di rakaat pertama tersebut Rasul membaca 762 ayat. Sungguh
luar biasa!

Diriwanyaatkan dari Aisyah RA :
‘Sungguh Nabi SAW shalat malam hingga merekah kedua telapak kakinya. Aisyah berkata kepada beliau :”Mengapa engkau melakukan hal ini, wahai Rosulullah, padahal Allah SWT telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?”, Beliau menjawab, “Apa aku tidak ingin menjadi hamba yang bersyukur?” (HR Bukhori dan Muslim)

Abu Abdurrahman as-Salmi rhm. berkata, "Tatkala ayat dari surah Muzzammil diturunkan, Rasulullah saw. dan para sahabatnya melaksanakan salat malam selama setahun hingga kaki mereka bengkak-bengkak. Lalu, Allah menurunkan ayat-Nya, yang artinya, "Sesungguhnya Rabmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan, Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Alquran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Alquran dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat….”(Al-Muzzammil: 20).

Allah SWT menjadikan salat malam sebagai sekolah bagi jiwa dan obat jiwa dan fisik. Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Hendaknya kalian mengerjakan salat malam karena ia merupakan kebiasaan orang saleh sebelum kalian, pendekatan kepada Rab kalian, pencegahan dari perbuatan dosa, menghapus kesalahan dan mengusir penyakit dari tubuh."

Seorang hamba yang melaksanakan salat malam di sepertiga malam yang terakhir, berdiri dan duduk, ruku dan sujud, berdoa dan merendahkan diri, menangis dan bertobat, maka Allah pada waktu itu akan memandang kepadanya dengan pandangan rahmat, waktu ketika Allah Azza wa Jalla turun ke langit dunia dan berfirman, "Siapa yang meminta, Aku beri. Siapa yang meminta ampunan, Aku beri ampunan. Siapa yang bertobat, Aku terima tobatnya. Siapa yang berdoa, Aku penuhi doanya." Itulah waktu di akhir malam di waktu sahur, waktu turunnya rahmat dan mengandung banyak keberkahan. Allah menerima tobat orang yang bertobat kepada-Nya, mengabulkan orang yang berdoa kepada-Nya, memberi orang yang meminta-Nya, siapa yang mendekat kepada-Nya sejengkal, Ia akan mendekat kepada orang itu sehasta. Bila ia mendekat kepada Allah sehasta, Allah akan mendekat kepadanya sedepa. Dan, siapa yang datang kepada-Nya dengan berjalan, Allah akan mendatangi orang itu dengan berjalan dengan bergegas.

Rasulullah saw. memerintahkan kepada para sahabatnya agar melaksanakan salat malam. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Saya adalah pemuda bujangan. Saya tidur di masjid, lalu saya bermimpi didatangi dua orang malaikat dan membawaku ke neraka dan ia seperti sumur yang dilipat. Dan, mendadak kedua malaikat itu menghubungkannya seperti dua tanduk sumur. Maka aku mendapati di dalamnya manusia yang aku mengenal mereka, lalu aku berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari api neraka. Aku berlindung kepada Allah dari api neraka." Kedua malaikat itu lalu berkata, "Engkau tidak akan takut … engkau tidak akan takut." Peristiwa ini lalu aku ceritakan kepada Hafsah, dan ia kemudian menceritakannya kepada Rasulullah saw., lalu Rasulullah saw. bersabda, "Sebaik-baik orang adalah Abdullah, bila ia melakukan salat malam. Maka, setelah itu Abdullah bin Umar tidak meninggalkan salat malam. Ia tidak tidur malam kecuali hanya sedikit karena Allah Azza wa Jalla memuji atas orang yang zuhud terhadap dunia dan menghabiskan waktunya untuk Rabnya. Ia menyendiri dengan Allah dalam kegelapan malam ketika mata manusia telah terpejam, gerakan telah diam, dan suara telah sunyi. Ia mneyendiri bersama Rab Azza wa Jalla. Maka Allah SWT berfirman, "(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur." (Ali Imran: 17). Allah mengenakan kepada mereka cahaya dari cahaya-Nya, memberikan kepada mereka mahabah (kewibawaan) di hati para makhluk dan menjadikan ucapan dan perbuatannya manis dan diterima manusia. Itulah para sahabat Muhammad saw. Mereka perutnya kosong karena lapar dan matanya kabur karena tidak tidur. Mereka sujud dan ruku kepada Rabnya di waktu malam.

Muadz bin Jabal r.a. berkata, "Kami datang dari Perang Tabuk, lalu saya melihat Rasulullah saw. tengah sendirian, Lalu aku mendatangi beliau dan berkata, "Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku amal perbuatan yang bisa mendekatkan diriku kepada surga." Rasulullah saw. bersabda, "Bagus … bagus … sesungguhnya engkau telah bertanya tentang sesuatau yang besar dan sesungguhnya itu adalah kemudahan bagi yang dimudahkan oleh Allah. Engkau melaksanakan salat yang ditetapkan (salat wajib), menunaikan zakat yang diwajibkan, menjumpai Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, melaksanakan salat malam karena salat seseorang dalam sepertiga akhir dari malam akan menghapus kesalahan, bukankah aku telah menunjukkan kepadamu atas tiang itu semua, salat adalah cahaya dan sedekah adalah bukti."

Rasulullah saw. memerintahkan kepada Mu'adz bahwa bila ia menginginkan surga, hendaknya ia melaksanakan salat malam. Dan Mu'adz pun melaksanakan wasiat tersebut, ia melakukan salat malam dan berkata, "Ya Allah, bintang-bintang telah terbenam, mata telah tenang, dan Engkau Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya) tidak mengantuk dan tidak tidur. Ya Allah, sesungguhnya permintaanku kepada surga pelan dan lariku dari api neraka lemah, maka berilah aku petunjuk dari sisi-Mu yang engkau benamkan untukku hingga hari kiamat, sesungguhnya Engkau tidak menyelisihi janji." Mu'adz kemudian membiasakan salat malam, melaksanakan wasiat Rasulullah saw. Ketika kematian datang kepadanya, ia berkata, "Selamat datang kematian. Ya Allah, sesungguhnya saya takut kepadamu dan hari ini saya mengharap kepada-Mu. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui saya tidak senang tetap berada di dunia untuk menggali sungai atau menanam tumbuhan, tetapi saya ingin tetap tinggal di dunia untuk merasakan dahaga di panas yang terik, tidak tidur di waktu malam, dan berada dalam lingkaran ilmu bersama para ulama." Itulah sahabat Rasululullah saw., Mu'adz bin Jabal r.a.

Diriwayatkan dari Abu Malik Al Asy’ari RA bahwasanya Rosulullah SAW pernah bersabda :
“Sungguh dalam surga terdapat kamar-kamar yang bagian dalamnya terlihat dari luar dan bagian luarnya terlihat dari dalam. Kamar-kamar itu Allah sediakan untuk orang yang memberi makan, melembutkan perkataan, mengiringi puasa Ramadhan, menebar salam dan asyik shalat malam di saat manusia terlelap tidur”. (HR. Ahmad, Ibnu hibban dan At-tirmidzi)

Abu Hurairah r.a. pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla membenci setiap ja'dhari jawwath (orang yang keras, kasar, pelahap dan berjalan dengan sikap sombong), yang berteriak di pasar, menjadi bangkai di malam hari dan menjadi keledai di siang hari, mengetahui perkara dunia bodoh terhadap urusan akhirat."

Rasulullah SAW bersabda :”Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Muharam, bulannya Allah. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”. (HR. Muslim)

Bersabda Rosulullah SAW :
“ Sesungguhnya pada waktu malam ada satu saat ( waktu. ). Seandainya seorang Muslim meminta suatu kebaikan didunia maupun diakhirat kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan memberinya. Dan itu berlaku setiap malam.” ( HR Muslim )

Rasulullah SAW bersabda :
“Allah menyayangi seorang laki-laki yang bangun untuk shalat malam, lalu membangunkan istrinya. Jika tidak mau bangun, maka percikkan kepada wajahnya dengan air. Demikian pula Allah menyayangi perempuan yang bangun untuk shalat malam, juga membangunkan suaminya. Jika menolak, mukanya disiram air.” (HR Abu Daud)

Bersabda Nabi SAW :
“Jika suami membangunkan istrinya untuk shalat malam hingga keduanya shalat dua raka’at, maka tercatat keduanya dalam golongan (perempuan/laki-laki) yang selalu berdzikir.”(HR Abu Daud)

Rasulullah SAW bersabda, ''Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah siapa saja yang kamu kehendaki, sesungguhnya kamu akan berpisah dengannya. Dan, berbuatlah sesukamu, sesungguhnya kamu akan mendapat balasan atas perbuatan itu.'' Lalu, ia berkata, ''Wahai Muhammad, kemuliaan orang yang beriman terletak pada shalat malam. Kemuliaannya jika terletak pada terlepasnya ia dari ketergantungan terhadap manusia.'' (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Baihaqi). http://shalatmalam.blogspot.com
Selengkapnya...

Hukum Shalat di Masjid yang di Depannya Terdapat Kuburan

Fatwa Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i?Rahimahullah
ketika ditanya oleh Thullabul Ilmi dari Indonesia.


السؤال65: ما حكم الصلاة في المسجد الذي أمامه مقبرة؟
الجواب: الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وأصحابه ومن والاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
أما بعد: فالصلاة في المسجد الذي أمامه مقبرة خارج جدار المسجد صحيحة، لأن النهي عن الصلاة في المسجد الذي فيه مقبرة، كما جاء عن أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- عن النبي -صلى الله عليه وعلى آله وسلم- أنه قال: ((الأرض كلها مسجد، إلا المقبرة والحمام.))
وفي ?صحيح مسلم? من حديث جندب عن النبي -صلى الله عليه وعلى آله وسلم- قال: (( ألا وإن من كان قبلكم كانوا يتخذون قبور أنبيائهم وصالحيهم مساجد، ألا فلا تتخذوا القبور مساجد، إني أنهاكم عن ذلك.))
وحديث: أن النبي -صلى الله عليه وعلى آله وسلم- قال: ((لا تصلوا إلى القبور، ولا تجلسوا عليها.))
فهذا إذا كانت الصلاة إليها بدون حائط أو جدار. أما إذا وجد الجدار أو الحائط وهي خارج المسجد، فالصلاة صحيحة إن شاء الله.


Pertanyaan nomer 65:

Bagaimana hukum shalat di masjid yang didepannya terdapat kuburan?

Jawab:

Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia.
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang hak kecuali Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Amma ba'du;

Shalat di masjid yang didepannya terdapat kuburan, namun berada diluar tembok masjid adalah sah shalatnya. Karena sesungguhnya yang dilarang ialah shalat di masjid yang pada bagian dalamnya terdapat kuburan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Sa?id Al-Khudriy -Radhiallahu ?Anhu, dari Nabi - Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda:
?Seluruh bagian bumi itu adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi?.

Dalam sahih Muslim diriwayatkan dari Jundub, bahsawanya Nabi - Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda:
?Ketahuilah, bahwasanya umat-umat sebelum kalian menjadikan kuburan-kuburan para Nabi dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid-masjid. Maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid, karena sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan tersebut?.

Dan pernyataan Nabi - Shallallaahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam:
?Janganlah kalian shalat menghadap kubur, dan jangan pula duduk diatasnya?

Larangan dalam riwayat ini maksudnya adalah apabila shalat menghadap kuburan tanpa dibatasi pagar atau tembok. Adapun jika terdapat padanya tembok atau pagar, dan kuburan tersebut berada diluar masjid, maka shalatnya sah insya Allah.

Sumber : hati bening
http://islamnet.forumotion.com
Selengkapnya...

SHALAT TAHAJUD

Shalat Tahajud adalah shalat sunat yang dikerjakan pada waktu malam, dimulai selepas isya sampai menjelang subuh.

Jumlah rakaat pada shalat ini tidak terbatas, mulai dari 2 rakaat, 4, dan seterusnya.

A. Pembagian Keutamaan Waktu Shalat Tahajud

1. Sepertiga malam, kira-kira mulai dari jam 19.00 samapai jam 22.00
2. Sepertiga kedua, kira-kira mulai dari jam 22.00 sampai dengan jam 01.00
3. Sepertiga ketiga, kira-kira dari jam 01.00 sampai dengan masuknya waktu subuh.


B. Niat shalat tahajud:

Ushallii sunnatat-tahajjudi rak’ataini lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat shalat sunat tahajud dua rakaat karena Allah”


C. Doa yang dibaca setelah shalat tahajud:

Rabbanaa aatina fid-dun-yaa hasanataw wa fil aakhirati hasanataw wa qinaa adzaaban-naar.

Artinya: “Ya Allah Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan hindarkanlah kami dari siksa api neraka.”

Dalam hadits Bukhari dinyatakan, bahwa rasulullah jika bangun dari tidurnya di tengah malam lalu bertahajud membaca doa:

Allahumma lakal hamdu anta qayyimus samaawaati walardhi wa man fiihin, wa lakal hamdu laka mulkus samaawaati wal ardhi wa man fiihin, wa lakal hamdu nuurus samaawaati wal ardhi, wa lakal hamdu antal haqqu wa wa’dukal-haqqu wa liqaa’uka haqqun wa qauluka haqqun wal-jannatu haqqun, wan naaru haqqun, wan-nabiyyuuna haqqun, wa Muhammadun shallallaahu ‘alaihi wa sallama haqqun, waass’atu haqqun. Allahumma laka aslamtu, wa bika aamantu, wa ‘alaika tawakaltu wa ilaika anabtu wa bika khaashamtu, wa ilaika haakamtu, faghfir lii maa qaddamtu, wa maa akhkhartu wa maa asrartu, wa maa a’lantu antal muqaddimu wa antal mu’akhiru la ilaaha illa anta aula ilaaha gairuka wa laa haula quwwata illa billah.

Artinya: “Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Engkaulah penegak langit dan bumi dan alam semesta beserta segala isinya. Bagi-Mulah segala puji, pemancar cahay langit dan bumi. Bagi-Mulah segala puji, Engakaulah yang haq, dan janji-Mu adalah benar, dan surge adalah haq, dan neraka adalah haq, dan nabi-nabi itu adalah haq, dan Nabi Muhammad adalah benar, dan hari kiamat adalah benar. Ya Allah, kepada-Mulah kami berserah diri (bertawakal) kepada Engkau jualah kami kembali, dan kepada-Mulah kami rindu, dan kepada engkaulah kami berhukum. Ampunilah kami atas kesalahan yang sudah kami lakukan dan sebelumnya, baik yang kami sembunyikan maupun yang kami nyatakan. Engkaulah Tuhan yang terdahulu dan Tuhan ynag terakhir. Tidak ada Tuhan melainkan Engkau Allah Rabbul alamin. Tiada daya upaya melainkan dengan pertolongan Allah.”


D. Setelah itu, perbanyaklah membaca istigfar sebagai berikut:

Astagfirullaahal azhim wa atuubu ilaiih

Artinya: “Kami memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung dan kami pun bertaubat kepada-Nya”


E. Keutamaan Shalat Tahajud

Sahabat Abdullah bin Salam mengatakan, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:

“Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam dan berikanlah makanan serta sholat malamlah diwaktu manusia sedang tidur, supaya kamu masuk Surga dengan selamat.” (HR Tirmidzi)

Bersabda Nabi Muhammad saw:

“Seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu ialah shalat sunnat di waktu malam.” (HR Muslim)

Selain itu, Allah sendiri juga berfirman:

Pada malam hari, hendaklah engkau shalat Tahajud sebagai tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji. (QS Al-Isra’: 79)


Dari Jabir r.a., ia barkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda: Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya); dan itu setiap malam.” (HR Muslim dan Ahmad)

“Lazimkan dirimu untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang saleh sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa.” (HR Ahmad)


F. Kiat Mudah Shalat Malam/Qiyamullail

Agar kita diberi kemudahan bangun malam untuk melakukan shalat malam, cobalah tips-tips berikut ini:

1. Aturlah aktivitas di siang hari agar malamnya Anda tidak kelelahan. Sehingga tidak membuat Anda tidur terlalu lelap.
2. Makan malam jangan kekenyangan, berdoa untuk bisa bangun malam, dan jangan lupa pasang alarm sebelum tidur.
3. Hindari maksiat, sebab menurut pengalaman Sufyan Ats-Tsauri, “Aku sulit sekali melakukan qiyamullail selama 5 bulan disebabkan satu dosa yang aku lakukan.”
4. Ketahuilah fadhilah (keutamaan) dan keistimewaan qiyamulail. Dengan begitu kita termotivasi untuk melaksanakannya.
5. Tumbuhkan perasaan sangat ingin bermunajat dengan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
6. Baik juga jika janjian dengan beberapa teman untuk saling membangunkan dengan miscall melalui telepon atau handphone.
7. Buat kesepakatan dengan istri dan anak-anak bahwa keluarga punya program tahajud bersama sekali atau dua malam dalam sepekan.
8. Berdoalah kepada Allah swt. untuk dipermudah dalam beribadah kepadaNya.

Oleh www.AsianBrain.com atau www.AnneAhira.com
Selengkapnya...

Aqidah Tauhid

Selain rukun iman yang 6, pembahasan keyakinan atau keimanan dalam Islam dapat kita peroleh dengan memahami aqidah tauhid. Aqidah tauhid merupakan dasar keyakinan seorang muslim yang berfungsi sebagai syarat diterimanya ibadah kepada 4jj1 SWT. Dalam Islam, syarat diterimanya ibadah kepada 4jji ada 3, yaitu:
1. Mabda (dasarnya) adalah aqidah tauhid
2. Manhaj (metodenya) adalah syariat Nabi Muhammad
3. Ghoyah (tujuannya) adalah mendapatkan ridlo 4jjl di dunia dan diakhirat
Aqidah tauhid sebagai syarat diterimanya ibadah berarti walaupun metode dan tujuannya benar tetapi tidak dilandasi aqidah tauhid maka ibadahnya sia-sia.

Aqidah berasal dari kata bahasa Arab aqad, yang artinya perjanjian, bisa juga berarti ikatan. Sedangkan tauhid merupakan istilah Islam yang artinya ilmu yang menetapkan keyakinan-keyakinan yang diambil dari dalil-dalil yang meyakinkan, yaitu menunggalkan 4jji sebagai Rabb (Pencipta dan Pengatur),Malik (Penguasa) dan Ilah yang disembah, ditaati dan dicintai serta membenarkan ke-Wahdaniyat-an(keesaan)-Nya dalam Dzat, Sifat dan Af'al. Lawan kata dari tauhid adalah syirik, yang artinya menyekutukan (menduakan, men-tigakan, dst) 4jj1 sebagai Rabb,Malik dan Ilah atau menolak ke-Wahdaniyat-an-Nya dalam Dzat, Sifat dan Af'al.

Karena aqidah tauhid merupakan keterikatan seorang manusia kepada 4jj1 SWT yang lahir dari perjanjian yang kokoh dan kuat, tidak main-main dan diazamkan, yang menuntut untuk dipenuhi, dipelihara dan hanya ditujukan kepada 4jji sajalah, maka sumber ilmu aqidah harus berasal dari 4jji, yaitu Al Quran. Dari ayat-ayat Al Quran lah kita bisa mengenal 4jj1 dan apa konsekuensi seseorang yang beraqidah tauhid. Ilmu aqidah tidak boleh berasal dari filsafat, karena filsafat merupakan hasil pikiran (prasangka) manusia yang karena keterbatasan akal tidak akan mungkin mencapai kebenaran.
"Dia (4jj1) mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (termasuk pengetahuan tentang-Nya)" (Q.S. 96:5)
"Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan 4jj1 semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain 4jj1, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga."(Q.S. 10:66)
"Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya 4jj1 Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain 4jj1, akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Rabb semesta alam."(Q.S. 10:36-37)
"Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun. Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami? Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanya berdusta."(Q.S.6:148)
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)."(Q.S. 6:116)
"Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya, Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka."(Q.S. 53:23)
"Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran."(Q.S. 53:28)
"Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu."(Q.S. 2:147)

Sumber tauhid adalah kalimat thayyibah yang berbunyi :
LaailaaHa illa 4jj1 wa Muhammadar-Rasuulu 4jj1
yang secara sederhana diterjemahkan dengan tiada ilah selain 4jj1 dan Nabi Muhammad adalah utusan 4jj1
Kalimat LaailaaHa illa 4jj1 merupakan pernyataan tauhid yang disampaikan setiap Nabi dan Rasul 4jj1. Ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan tentang tauhid, sumber tauhid dan lawannya syirik dapat ditemukan pada ayat-ayat sbb.
Q.S. 2:22,255,256;
Q.S. 3:2,18,64;
Q.S. 4:51,60,87;
Q.S. 5:60,73;
Q.S. 6:19,56,71,102,164;
Q.S. 7:59,65,73,85,158;
Q.S. 9:31,129;
Q.S. 10:90;
Q.S. 11:14,50,61,84;
Q.S. 16:36;
Q.S. 13:16;Q.S. 17:22,56;
Q.S. 18:15;
Q.S. 19:48;
Q.S. 20:8,14,98;
Q.S. 22:40;
Q.S. 23:23,32,91,116,117;
Q.S. 25:3,55,68;
Q.S. 27:60,61;
Q.S. 28:70,71,72,88;
Q.S. 34:22;
Q.S. 35:3,13;
Q.S. 36:23;
Q.S. 37:35;
Q.S. 38:65;
Q.S. 39:6,17;
Q.S. 40:62,65;
Q.S. 45:23;
Q.S. 46:28;
Q.S. 47:19;
Q.S. 59:22,23;
Q.S. 60:4;
Q.S. 64:13;

Demikian banyaknya ayat yang menjelaskan tentang Tauhid dan Syirik, untuk selanjutnya pembahasan ayat-ayat tersebut akan dikelompokkan berdasarkan pembahasan sumber tauhid, yaitu LaailaaHa illa 4jj1 . (bersambung)http://aqidahtauhid.blogspot.com
Selengkapnya...

KEPENTINGAN IBADAH PUASA

Assalamu'alaikum wrh.



Ibadah puasa adalah termasuk dalam rukun Islam. Ini bermakna puasa termasuk ibadah yang terpokok. Yang menjadi perkara asas untuk membina peribadi Muslim. Apa yang ada pada puasa hingga dipilih ALLAH untuk masuk senarai rukun Islam? Mula-mula orang yang ingin pada Islam disuruh buat pengakuan dan kesaksian keyakinannya pada ALLAH dan Rasul: "Aku naik saksi bahawa tiada Tuhan melainkan ALLAH dan Muhammad itu pesuruh ALLAH."



Pengakuan ini kemudian disuruh buktikan melalui sembahyang. Berbagai ikrar, janji dan harapan kita bisikkan kepada ALLAH sewaktu sembahyang demi membuktikan kita taat tunduk (rukuk dan sujud) kepada-Nya. Menyatakan kerelaan fizikal dan mental kita menyerah diri kepada ALLAH. Menajamkan rasa

kehambaan di dalam hati dan menyuburkan rasa berTuhan di dalam jiwa.



Ibadah puasa jatuh nombor ketiga iaitu selepas ibadah sembahyang. Maksudnya, selepas membuat pengakuan taat setia, maka kita diuji dengan suatu perintah aneh iaitu puasa. Kita tidak dibenarkan makan disiang hari selama sebulan sekalipun lapar dan makanan ada dihadapan mata. Ertinya ALLAH mahu mendidik kita untuk

susah, berletih lesu, menahan keinginan pada sesuatu sekalipun ia ada di hadapan mata. Bukankah itu aneh? Orang yang jahil dan kurang faham akan menganggap ia

sebagai suatu penyiksaan dan bebanan lantaran itu berlalunya Ramadhan disambut dengan riang. Apa sebenarnya yang ALLAH kehendaki dari puasa?



Menahan keinginan terhadap sesuatu yang kita ingini adalah sesuatu yang perlu dan penting. Istilah kecewa atau frust lahir dari seseorang yang tidak dapat

menahan hati dari keinginan yang tidak tercapai. Dan kecewa adalah penyakit lumrah dalam masyarakat kini. Terkadang penyakit kecewa boleh membawa manusia kepada pelbagai lagi penyakit-penyakit jiwa yang lain.



Dan ini akan terus berlaku sebab kehidupan manusia selalunya terlalu banyak keinginan-keinginan yang tidak tercapai. Walau betapa bijak, kaya dan berkuasa

seseorang itu, dia tentu tidak dapat menolak taqdir ALLAH. ALLAH sudah tentukan bahawa tiap manusia itu akan diuji.



Tidak tahu sabar adalah suatu kekurangan yang merbahaya. Terlalu banyak perkara di dalam kehidupan yang meminta agar kita dapat berlaku sabar. Di dalam

menunaikan perintah-perintah ALLAH, di dalam menghadapi musibah dan kesabaran yang paling utama adalah bersabar di dalam meninggalkan

larangan-larangan ALLAH lahir dan bathin.
Imam Bukhari ketika bermunajat dengan ALLAH berbisik-bisik:- "Bukan aku tidak sabar dengan ujian-Mu ya ALLAH, cuma hendak mengadu pada Mu, tempat aku kembali nanti. Memohon ketenangan, keampunan dan mutmainnah."



Begitulah seharusnya hati orang Mukmin tatkala berhadapan dengan persoalan hidup. Mereka tunduk dan patuh kepada kehendak ALLAH kerana merasakan

segala-gala yang berlaku adalah dengan keizinan dan kemahuan ALLAH. Malah mereka memuji-muji ALLAH kerana Maha Bijaksana dan Maha Adil-Nya melakukan kejadian itu. Kalau ujian berupa nikmat, mereka bersyukur bersama airmata kesyukuran dan kalau berupa kesusahan, mereka bersabar dan redha bersama airmata kesabaran.



UNTUK TUJUAN INILAH PUASA ITU DIPERINTAHKAN. ALLAH TENTUKAN KEHIDUPAN DI DUNIA ADALAH PERGILIRAN NIKMAT

DAN UJIAN. DAN KEBAHAGIAAN SEBENAR IALAH PADA MEREKA YANG BOLEH BERSYUKUR DAN BERSABAR. SEBAB ITU ALLAH

MAHU DIDIK MANUSIA KE ARAH ITU.



Bila kita berpuasa bererti kita mengajak diri kita bersabar terhadap keinginan kerana ALLAH, bukan kerana lain-lain. Dan kalau ini dilatih, dibiasakan selama

sebulan, ertinya kita membuat latihan jiwa untuk bersabar, untuk patuh menanggung kesusahan kerana

ALLAH.



Jiwa yang apabila berhadapan dengan kejadian yang malang, kecewa, hampa, susah dan kegagalan akan tunduk dan sabar dengan ALLAH, kerana ALLAH. Kita boleh berikhtiar untuk elakkan kemalangan itu tapi bukan dengan hati yang panas, marah-marah dan memberontak. Sebaliknya kesabaran menghadapi ujian semakin meningkatkan rasa kehambaan di dalam hati kerana merasakan lemahnya dia untuk menolak taqdir dan kuasa ALLAH. Inilah jiwa yang tenang.



Seseorang yang merasakan puasanya selama ini tidak membuatkan jiwanya mahu bersabar dengan keinginan yang tidak tercapai, kesusahan dan kegagalan, samalah dengan orang yang tidak berpuasa. Maka kalau puasa tidak membuahkan akhlak yang mulia dengan ALLAH dan sesama manusia, maka jadilah puasa itu sepertimana sabda Rasulullah; "Tidaklah diperolehi apa-apa dari puasa itu melainkan hanya lapar dan dahaga."


Kita berlindung dengan ALLAH daripada kerugian demikian.



Wassalam.

Oleh: Fadzila Azni @ Sukainah At Thahirah Ahmad
Selengkapnya...

ETIKA MEMBERI NAMA ANAK DALAM ISLAM

Menanggapi e-mail dari seorang ikhwan tentang etika memberi nama dalam Islam, maka berikut kami susun makalah yang berkenaan dengan masalah yang dimaksud.

Kami mengira permasalahan ini sangat penting untuk diketahui oleh kaum muslimin dikarenakan banyaknya kaum muslimin yang masih asal-asalan atau salah dalam memberikan nama kepada anak-anak mereka.

Akhirnya semoga makalah yang ringkas ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amiin.
Pentingnya Pemberian Nama

Nama adalah ciri atau tanda, maksudnya adalah orang yang diberi nama dapat mengenal dirinya atau dikenal oleh orang lain. Dalam Al-Qur’anul Kariim disebutkan;

يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَل لَّهُ مِن قَبْلُ سَمِيًّا (7) سورة مريم

“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia” (QS. Maryam: 7).

Dan hakikat pemberian nama kepada anak adalah agar ia dikenal serta memuliakannya. Oleh sebab itu para ulama bersepakat akan wajibnya memberi nama kapada anak laki-laki dan perempuan 1). Oleh sebab itu apabila seseorang tidak diberi nama, maka ia akan menjadi seorang yang majhul (=tidak dikenal) oleh masyarakat.

Waktu Pemberian Nama

Telah datang sunnah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu pemberian nama, yaitu:

a) Memberikan nama kepada anak pada saat ia lahir.

b) Memberikan nama kepada anak pada hari ketiga setelah ia lahir.

c) Memberikan nama kepada anak pada hari ketujuh setelah ia lahir.

Pemberian Nama Kepada Anak Adalah Hak (Kewajiban) Bapak.

Tidak ada perbedaan pendapat bahwasannya seorang bapak lebih berhak dalam memberikan nama kepada anaknya dan bukan kepada ibunya. Hal ini sebagaimana telah tsabit (=tetap) dari para sahabat radhiallahu ‘anhum bahwa apabila mereka mendapatkan anak maka mereka pergi kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam agar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nama kepada anak-anak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan bapak lebih tinggi daripada ibu.








Nasab Anak Kepada Bapak Bukan Kepada Ibu

Sebagaimana hak memberikan nama kepada anak, maka seorang anakpun bernasab kepada bapaknya bukan kepada ibunya, oleh sebab itu seorang anak akan dipanggil: Fulan bin Fulan, bukan Fulan bin Fulanah.

Allah Ta’ala berfirman:

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ (5) سورة الأحزاب

Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka…” (QS. Al-Ahzab: 5)

Oleh karena itu manusia pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama bapak-bapak mereka: Fulan bin fulan. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam 2).

Memilih Nama Terbaik Untuk Anak

Kewajiban bagi seorang bapak adalah memilih nama terbaik bagi anaknya, baik dari sisi lafadz dan maknanya, sesuai dengan syar’iy dan lisan arab. Kadangkala pemberian nama kepada seorang anak baik adab dan diterima oleh telinga/pendangaran akan tetapi nama tersebut tidak sesuai dengan syari’at.

Tata Tertib Pemberian Nama Seorang Anak

1. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Dua Suku Kata, misal Abdullah, Abdurrahman. Kedua nama ini sangat disukai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana diterangkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud dll. Kedua nama ini menunjukkan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla.

Dan sungguh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan nama kepada anak pamannya (Abbas radhiallahu ‘anhu), Abdullah radhiallahu ‘anhuma. Kemudian para sahabat radhiallahu ‘anhum terdapat 300 orang yang kesemuanya memiliki nama Abdullah.

Dan nama anak dari kalangan Anshor yang pertama kali setelah hijrah ke Madinah Nabawiyah adalah Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhuma.

2. Disukai Memberikan Nama Seorang Anak Dengan Nama-nama Penghambaan Kepada Allah Dengan Nama-nama-Nya Yang Indah (Asma’ul Husna), misal: Abdul Aziz, Abdul Ghoniy dll. Dan orang yang pertama yang menamai anaknya dengan nama yang demikian adalah sahabat Ibn Marwan bin Al-Hakim.

Sesungguhnya orang-orang Syi’ah tidak memberikan nama kepada anak-anak mereka seperti hal ini, mereka mengharamkan diri mereka sendiri memberikan nama anak mereka dengan Abdurrahman sebab orang yang telah membunuh ‘Ali bin Abi Tholib adalah Abdurrahman bin Muljam.

3. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama Para Nabi.







Para ulama sepakat akan diperbolehkannya memberikan nama dengan nama para nabi3).

Diriwayatkan dari Yusuf bin Abdis Salam, ia berkata:”Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nama kepadaku Yusuf” (HR. Bukhori –dalam Adabul Mufrod-; At-Tirmidzi –dalam Asy-Syama’il-). Berkata Ibnu Hajjar Al-Asqolaniy: Sanadnya Shohih.

Dan seutama-utamanya nama para nabi adalah nama nabi dan rasul kita Muhammad bin Abdillah shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya penggabungan dua nama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama kunyahnya, Muhammad Abul Qasim.

Berkata Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah:”Dan yang benar adalah pemberian nama dengan namanya (yakni Muhammad, pent) adalah boleh. Sedangkan berkunyah dengan kunyahnya adalah dilarang dan pelarangan menggunakan kunyahnya pada saat beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup lebih keras dan penggabungan antara nama dan kunyah beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam juga terlarang”4).

4. Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama Orang Sholih Dari Kalangan Kaum Muslimin.

Telah tsabit dari hadits Mughiroh bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda:

أنهم كانوا يسمون بأسماء أنبيائهم والصالحين (رواه مسلم).

“Sesungguhnya mereka memberikan nama (pada anak-anak mereka) dengan nama-nama para nabi dan orang-orang sholih” (HR. Muslim).

Kemudian para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah penghulunya orang-orang sholih bagi umat ini dan demikian juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari akhir.

Para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memandang bahwa hal ini adalah baik, oleh karena itu sahabat Zubair bin ‘Awan radhiallahu ‘anhu memberikan nama kepada anak-anaknya –jumlah anaknya 9 orang- dengan nama-nama sahabat yang syahid pada waktu perang Badr, missal: Abdullah,’Urwah, Hamzah, Ja’far, Mush’ab, ‘Ubaidah, Kholid, ‘Umar, dan Mundzir.

Syarat-syarat Dalam Pemberian Nama

a. Nama tersebut menggunakan bahasa arab.

b. Nama tersebut dibangun dengan makna yang baik secara bahasa dan syari’at. Oleh karenanya dengan adanya syarat ini tidak boleh menggunakan nama-nama yang haram atau makruh baik dalam segi lafadz ataupun maknanya. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik dari segi lafadz dan maknanya.

Nama-nama yang Diharamkan





a. Kaum muslimin telah bersepakat terhadap haramnya penggunaan nama-nama penghambaan kepada selain Allah Ta’ala baik dari matahari, patung-patung, manusia atau selainnya, missal: Abdur Rasul (=hambanya Rasul), Abdun Nabi (=hambanya Nabi) dll. Sedangkan selain nama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, misal: Abdul ‘Izza (=hambanya Al-‘Izza (nama patung/berhala), Abdul Ka’bah (=hambanya Ka’bah), Abdus Syamsu (=hmabanya Matahari) dll.

b. Memberi nama dengan nama-nama Allah Tabaroka wa Ta’ala, misal: Rahim, Rahman, Kholiq dll.

c. Memberi nama dengan nama-nama asing atau nama-nama orang kafir.

d. Memberi nama dengan nama-nama patung/berhala atau sesembahan selain Allah Ta’ala, misal: Al-Lat, Al-‘Uzza dll.

e. Memberi nama dengan nama-nama asing baik yang berasal dari Turki, Faris, Barbar dll.

f. Setiap nama yang memuji (tazkiyyah) terhadap diri sendiri atau berisi kedustaan.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

إن أخنع إسم عند الله رجل تسمى ملك الأملاك (رواه البخاري؛ مسلم).

“Sesungguhnya nama yang paling dibenci oleh Allah adalah seseorang yang bernama Malakul Amlak (=rajanya diraja)” (HR. Bukhori; Muslim).

g. Memberi nama dengan nama-nama Syaithon, misal: Al-Ajda’ dll.

Nama-nama Yang Dimakruhkan

a. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama orang fasiq, penzina dll.

b. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama perbuatan-perbuatan jelek atau perbuatan-perbuatan maksiat.

c. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama para pengikut Fir’un, misal: Fir’un, Qarun, Haman.

d. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama hewan yang telah dikenal akan sifat-sifat jeleknya, misal: Anjing, keledai dll.

e. Dimakruhkan memberi nama anak dengan Ism, mashdar, atau sifat-sifat yang menyerupai terhadap lafzdz “agama” (الدين) , dan lafadz “Islam” (الإسلام), misal: Nurruddin, Dliyauddin, Saiful Islam dll.

f. Dimakruhkan memberi nama ganda5), misal: Muhammad Ahmad, Muhammad Sa’id dll.

g. Para ulama memakruhkan memberi nama dengan nama-nama surat dalam Al-Qur’an, misal: Thoha, Yasin dll.

Jalan Keluar Dari Pemberian Nama-nama Yang Diharamkan Dan Yang Dimakruhkan

Jalan keluar dari kedua hal ini adalah merubah nama-nama tersebut dengan nama-nama yang disukai (mustahab) atau yang diperbolehkan secara syar’i. Dan untuk merubah nama ini kita dapat mendatangi kementrian/depertemen yang mengurusi masalah ini.6)

Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang mengandung makna kesyirikan kepada Allah kepada nama-nama Islamiy, dari nama-nama kufur kepada nama-nama imaniyah.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhaiallahu ‘anha, ia berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يغير الإسم القبيح إلى الإسم الحسن (رواه الترمذي).





“Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik” (HR. AT-Tirmidzi).

Demikianlah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek dengan nama-nama yang baik, seperti beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama Syihab menjadi Hisyam dll. Demikian juga kita mesti merubah nama-nama yang buruk menjadi nama-nama yang baik, misal: Abdun Nabi menjadi Abdul Ghoniy, Abdur Rasul menjadi Abdul Ghofur, Abdul Husain menjadi Abdurrahman dll.



Maraji’:

Tasmiyah Al-Maulud, karya: Asy-Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid


Catatan Kaki:

1) Marotib Al-Ijma’, hal: 154. Oleh Ibn Hazm.

2) Lihat Shahih Bukhori, bab: Maa Yad’u An-Naas Bi abaihim.

3) Lihat Syarh Shahih Muslim 8/437. Imam An-Nawawi rahimahullah; Marotib Al-Ijma’, hal: 154-155.

4) Zaadul Ma’ad, 2/347. Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah.

5) Maksudnya adalah memberikan nama anak dengan dua nama, yang mana nama tersebut terdapat dalam satu orang. Misal Muhammad Ahmad, nama Muhammad dan Ahmad dimiliki oleh satu orang, dan Ahmad bukanlah nama bapaknya,pent.

6) Untuk di sini (Kuwait) kita dapat mendatangi Mahkamah,pent.



http://abdurrahman.wordpress.com/2007/08/27/etika-memberi-nama-anak-dalam-islam/
Selengkapnya...

Kedermawanan Si Faqir, Faidah dari Siroh Sahabat Ulbah bin Zaid

Tersebutlah kisah salah seorang sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, dia adalah Ulbah bin Zaid. Dia bukanlah termasuk sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam yang terkenal sebagaimana Abu Bakar dan Umar. Pada kisah hidupnya kita akan melihat potret kedermawanan si faqir. Bagaimana seorang faqir bisa disebut dermawan ? bukankah biasanya kata dermawan disematkan kepada orang yang cukup hartanya lalu dia bersedekah dan berinfaq dengan hartanya itu ? Simak kisah berikut ini...

Sekitar bulan Sya’ban di tahun 9 H, ketika itu musim paceklik sedang melanda kota Madinah dan sekitarnya, perekonomian kaum muslimin juga sedang sulit-sulitnya, musim panas sedang berada di puncaknya, angin di musim itu juga membawa hawa panas, debu-debu beterbangan mengotori atap-atap dan halaman rumah penduduk kota Madinah. Kulit serasa diiris, mata perih seperti perihnya luka yang diteteskan dengan air cuka. Di musim panas sepert itu biasanya penduduk kota Madinah lebih suka menetap di rumah, atau tinggal di kebun-kebun mereka sambil memetik kurma muda yang memang sedang ranum-ranumnya, karena pohon kurma berbuahnya justru pada musim panas.
Akan tetapi kondisi politik Islam pada saat itu keadaannya sangat luar biasa, sebagai dampak kemenangan demi kemenangan yang diraih oleh pasukan Islam terutama setelah Fathul Makkah dan perang Hunain. Disamping juga setelah itu Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengirimkan surat kepada seluruh raja di dunia ini untuk masuk Islam atau harus membayar pajak, atau diperangi. Hal ini semakin menambah panas keadaan. Karena pada saat itu tersebar berita bahwa bangsa Romawi yang merupakan bangsa dan kerajaan terkuat dan tebesar pada masa itu, sedang melakukan persiapan besar-besaran akibat ketidakpuasan mereka akan hasil Perang Mu’tah yang mana pasukan Islam yang jumlahnya hanya 3000 pasukan berhasil menahan gempuran 200.000 pasukan gabungan Romawi dan beberapa kabilah yang musyrik. Dimana Khalid bin Walid sebagai panglima perang kaum muslimin melakukan trik jitu, yaitu menukar pasukan yang di belakang menjadi di depan, yang kiri menjadi ke kanan dan sebaliknya sehingga pasukan Romawi menjadi gentar. Mereka mengira ada tambahan pasukan kaum muslimin. Dalam benak mereka, pasukan sejumlah 3000 orang tadi saja mampu menahan gempuran mereka, apalagi ditambah 2x lipatnya tentu Romawi akan kalah. Karena trik jitu ini pasukan muslimin bisa mundur secara perlahan tanpa dikejar oleh pasukan Romawi karena pasukan Romawi mengira ini adalah siasat untuk menjebak mereka. Akhirnya kaum muslimin kembali ke Madinah dengan selamat dan hanya jatuh korban sebanyak 12 orang.

Kasak-kusuk pun merebak di kalangan kaum muslimin akan adanya pembalasan pasukan Romawi yang akan menyerang daerah yang telah dikuasai kaum muslimin dan bahkan menuju kota Madinah. Disinilah letak kisah seorang sahabat Ulbah bin Zaid, dia diselipkan oleh catatan sejarah didalam peperangan Tabuk yang nantinya perang ini merupakan peperangan terbesar antara kaum muslimin dengan kaisar Romawi. Tidak biasanya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengumumkan secara langsung akan kemana tujuan peperangannya, biasanya kalau berperang ke arah timur maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bertanya kepada sahabatnya tentang arah barat dan seterusnya. Akan tetapi keberangkatan perang kali ini sangat jelas tujuannya yaitu Tabuk, suatu daerah yang nun sangat jauh bagi bangsa Arab untuk ditempuh ketika itu.

Coba lihat apa yang dilakukan oleh orang-orang munafiq pada saat itu, mereka merasa bimbang, gelisah, dan gundah karena membayangkan perjalanan yang sangat jauh. Diantara mereka saling mengatakan seharusnya keberangkatan tidak pada musim panas ini, maka Alloh Ta’ala turunkan ayat yang berkaitan dengan mereka :

وَقَالُوا لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ

“…dan berkatalah orang-orang munafiq: ‘janganlah pergi berperang di musim panas ini’. Katakanlah (ya Muhammad) api neraka jahannam lebih panas, jika saja mereka mau mengerti ” (QS. At Taubah 81)

Suatu kali Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam ingin menguji salah seorang dari mereka yaitu Jaad bin Qois, beliau berkata “wahai Jaad, bagaimana menurutmu jika kita pergi berperang melawan Bani Ashfar (orang romawi)..?”
Dia pun menjawab,” izinkanlah aku untuk tidak berangkat perang dan jangan jatuhkan aku ke dalam fitnah (ujian). Demi Alloh ya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, kaumku sangat tahu bahwa aku adalah orang yang paling mudah tergoda dengan wanita diantara mereka. Dan aku takut kalau nanti aku melihat wanita romawi aku tidak tahan.., aku tidak bisa menahan nafsuku..”
Beliau pun berpaling dan berkata, “engkau aku izinkan untuk tidak berperang wahai Jaad..”

Padahal Jaad bin Qois hanya beralasan agar dia tidak berangkat perang, lalu beralasan takut tergoda oleh wanita-wanita putih Romawi, padahal tujuan sebenarnya adalah supaya dirinya tidak berangkat perang pada musim panas tersebut. Maka Alloh Ta’ala turunkan ayat

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلَا تَفْتِنِّي أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ

“ Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah." Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir ”(QS. At Taubah : 49)

Berbeda keadaannya dengan kaum muslimin, begitu mendengar seruan jihad di jalan Alloh Ta’ala mereka berbondong-bondong memenuhi kota Madinah dari seluruh penjuru negeri. Bagaimana tidak mereka berbondong-bondong berjihad di jalan Alloh sedangkan gerbang surga yang luasnya seluas langit dan bumi akan dibukakan untuk mereka. Alloh berfirman :

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِين
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. ”(QS. Ali Imron : 133-134)

Bagaimana mereka tidak berhasrat untuk berangkat jihad, sementara mereka tahu bahwasanya jalan tercepat masuk surga adalah dengan jihad, lalu badan mereka tertusuk, tercabik, memuncratkan darah, lalu mereka gugur sebagai syahid, lantas para malaikat berebut menaikkan ruhnya ke langit..?!

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (10) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallamNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. ” (QS. Ash Shaaf : 10-11)

Terngiang-ngiang di telinga mereka ayat-ayat yang berhubungan dengan jihad, ayat-ayat jihad, bukan ayat-ayat cinta,

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh… ” (QS. At Taubah : 111)

Ayat-ayat ini benar-benar hadir di dalam hati mereka, kenapa hadir di hati mereka ? bukankah ayat yang sama juga kita dengar sebagaimana mereka mendengarnya dahulu, akan tetapi berbeda efeknya..? yang membedakan antara kita dan mereka adalah telah ada dan hadir kehidupan akhirat didalam kehidupan duniawi mereka, sedangkan kita...kabut tebal tentang terlalu cinta kepada dunia menyelemuti hati kita. Memang kaki mereka masih menyentuh tanah, badan mereka pun masih bersentuhan dengan alam nyata dunia, akan tetapi ruh mereka sudah bersiap-siap menjejaki surga, alam pikiran mereka telah terasa sujud di bawah ‘Arsy Alloh Ta’ala..Allohu Akbar..!!

Berbondong-bondong mereka ke kota Madinah, tahu mereka bahwa Nabi mereka meminta bantuan ummatnya. Maka beliau mengajak para dermawan untuk menginfakkan hartanya demi keberangkatan pasukan prihatin ini (Jaisyul Usroh). Kenapa disebut pasukan prihatin ? bagaimana tidak, keadaan mereka sangat miskin, di saat musim paceklik, satu onta harus bergantian untuk delapan belas orang pasukan perang, makanan mereka adalah dedaunan agar sekalian dapat airnya, bahkan terkadang harus memotong seekor unta agar dapat air dan makanan sekaligus.

Bahkan orang-orang yang tidak mampu, tidak memiliki apa-apa dan miskin juga datang kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, berharap dirinya diikutsertakan dalam peperangan Tabuk, meminta kepada beliau bekal peperangan agar dia bisa ikut perang, termasuk juga Ulbah. Alloh berfirman :

وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ

“dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan ” (QS. At Taubah : 92)

Coba lihat diri kita...hidup memiliki segalanya, hidup di rumah dengan AC atau kipas angin, punya kendaraan bagus, makanan tercukupi bahkan turah-turah, tidak ada yang dikeluhkan, ketenangan ada, tidak dalam keadaan perang berkecamuk seperti di Irak, tidak kepanasan sebagaimana panas yang dirasakan oleh orang-orang yang mengungsi di Palestina.., tetapi mengapa bersamaan dengan itu kenapa kita juga masih memilukan hidup.?

Maka pada saat itu tersebutlah Ulbah bin Zaid Al Haritsi, seorang yang sangat faqir, tidak memiliki apa-apa diatas dunia ini, seorang dari golongan Anshor dari kabilah Aus, tatkala dia menyaksikan kesibukan kaum muslimin dalam persiapan jihad ke Tabuk, melihat seluruh kaum muslimin dari berbagai pelosok negeri tinggal dan menetap di tanah kelahirannya Madinah, datang berbodong-bondong kemudian memancang kemah, sambil membawa apa yang mereka miliki dari senjata dan kendaraan, memancang kemahnya menunggu hari keberangkatan. Dia juga melihat transaksi di pasar-pasar Madinah banyak transaksi yang terjadi dialog berhubungan dengan persiapan perang, dari mulai kuda, unta, panah, pedang, tameng besi dsb. Dia menyaksikan itu semua dengan kesedihan yang sangat mendalam. Semua orang telah membeli perlengkapan perangnya, sedangkan dirinya... apa yang dia mau persiapkan..? kalau hendak membeli, mau beli pakai apa? Uang satu dirham pun ia tidak punya. Apalagi pagi itu dia mendengar Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengatakan : man jahhaza jaisyul usroh falahul jannah

من جهز جيش العسرة غفر الله له فله الجنة
Maka semakin terbenamlah serasa dirinya ke dalam bumi, hancur luluh serasa hatinya, sedih hatinya, semua orang mendapatkan surga kecuali dirinya. Semakin panas dingin badannya mendengar sabda Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam demi melihat kefaqiran dirinya, ditambah lagi Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mensyaratkan siapa yang mau ikut berperang harus membawa alat dan kendaraan perang sendiri. Dilihat juga oleh Ulbah bin Zaid ketika dia duduk di masjid Nabawi, dia melihat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dikelilingi para sahabat, tiba-tiba datang Abu Bakar sambil membawa semua harta yang dia punya sejumlah 4000 dirham.

Ketika ditanya oleh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, “ Ya Abu Bakar, apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?”
Abu Bakar menjawab, “aku tinggalkan untuk mereka Alloh dan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam-Nya”.
Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun bersabda,” Tidak ada harta yang paling bermanfaat bagiku sebagaimana bermanfaatnya harta Abu Bakar”.

Umar pun datang dengan membawa setengah hartanya. Utsman bin Affan membawa seribu dinar dalam pakaiannya, bahkan kafilah dagangnya yang hendak berangkat ke Syam sejumlah dua ratus ekor unta lengkap dengan barang-barangnya dia keluarkan sedekahnya, ditambah lagi dengan seratus ekor unta, lalu ditambahnya lagi seribu dinar uang kontan. Maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun bersabda

اللهم ارض عن عثمان فإنى عنه راض
“Ya Alloh, (aku mohon padaMu) ridhoilah Utsman, sesungguhnya aku telah ridho padanya ”

Tak lama setelah itu sampailah perniagaannya yang baru datang dari Syam sejumlah 1000 ekor unta beserta isinya. Tiba-tiba datanglah tengkulak-tengkulak hendak membeli perniagaan tersebut. Salah seorang dari mereka berkata:
“Ya Utsman,kami beli 2x lipat..!!”
“Tidak..tidak..!! karena ada yang berani membeli lebih tinggi dari penawaran kalian” jawab Utsman
“Kami beli 3x lipat dari harga yang kamu dapatkan” kata si tengkulak
“Tidak..belum cukup kalau cuma 3x lipat..!!” jawab Utsman
Akhirnya tawar menawar “kami beli 10x lipat Ya Utsman..!!”
Utsman pun berkata, “tuan-tuan sekalian, ada diantara tuan-tuan yang hendak membelinya 700x lipat..??!!”
Apa kata mereka,”gila engkau Utsman..!! siapa pula yang sampai menawar hingga 700x lipat ?!”
Utsman pun menjawab,”akan tetapi Alloh telah menawarnya lebih dari 700x lipat.!!”
Allohu Akbar saudaraku…Utsman pun membacakan ayat


مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.” (QS. Al Baqoroh : 261)

“Saksikanlah wahai para tengkulak…semua barang perniagaan yang ada ini, seluruhnya aku infaqkan di jalan Alloh Ta’ala” seru Utsman.

Subhanalloh..Allohu Akbar..dari generasi mana mereka ini muncul, dari makhluk mana mereka ini saudaraku..dari planet mana mereka datang..?? apakah mereka diciptakan dari daging yang penuh dengan nafsu dunia dan ketamakan, yang penuh dengan kebakhilan dan ketakutan akan miskin karena berinfaq dan bersedekah..?! bukan saudaraku…tapi mereka adalah para sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam.

Tidak lama kemudian datang pula Abdurahman bin Auf sang dermawan, membawa 200 uqiyah perak, datang pula ‘Abbas bin Abdul Mutholib paman Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, Tholhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad bin Ubadah, Muhammad bin Maslamah, yang mereka semua berinfaq di depan mata Ulbah bin Zaid. Dia juga melihat kedatangan orang-orang yang kurang berada membawa infaq semampunya, dimulai oleh ‘Ashim bin Adiy mebawa 70 wasaq kurma, ada yang membawa dua mud bahkan satu mud kurma, tidak satu pun kaum muslimin yang tidak memberi kecuali kaum munafiqin. Alloh pun menyindir mereka

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. ” (QS. At Taubah 79)

Apa yang dirasakan oleh Ulbah selain kesedihan yang sangat. Apa yang bisa diperbuat sementara ia tidak punya apa-apa, sementara orang berbondong berinfaq. Melihat hal itu pulanglah Ulbah membawa semua kesedihannya. Di zaman sekarang ribuan jutaan orang membawa kesedihan dunia, Ulbah pulang membawa kesedihan karena teringat akhirat. Adakah di zaman sekarang ini sosok seperti Ulbah..?? Memikirkan kemana nanti hendak dia di tempatkan di akhirat, apakah di surga ataukah neraka, kalau ternyata di surga di tempat yang mana, di tingkatan ke berapa dan bersama-sama siapa ??

Ketika senja telah beralu dan malam pun tiba, Ulbah berusaha memejamkan matanya, tapi bagaimana mau dipejamkan matanya sementara hati masih berdebar-debar, pikiran masih galau, apa yang bisa dilakukannya selain membolak-balikkan badannya di atas tikar yang lusuh hingga tengah malam. Akhirnya dia bangkit, timbul sebuah ide, sebuah pemikiran dalam dirinya, yang kiranya apabila dia melaksanakan idenya ini mudah-mudahan dapat mengurangi kegundahan hatinya. Lantas Ulbah berwudhu dan melaksanakan sholat malam, apalagi yang bisa dilakukan oleh orang yang sengsara dan bersedih hati selain bermunajat kepada Alloh Yang Maha Pemurah..?? bagi orang yang mendapatkan kesusahan kecuali dia mengadukan kepada Sang Khaliq…(do’a Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam Ya’qub, sebagaimana surat Yusuf : 86)

إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ
Di dalam sholatnya dia pun menangis, adakah anda pernah melihat seorang yang gundah mengadukan semua keluhan dan kegundahannya dengan menangis kepada Rabb Yang Memiliki isi langit dan bumi..? dia sebutkan kefaqirannya, dia sebutkan kelemahannya, dia sebutkan ketidakberdayaannya, dia minta kepada Alloh jangan sampai kefaqirannya dan ketidakmampuannya berinfaq pada persiapan perang Tabuk ini menggeser kedudukannya dibanding sahabat-sahabatnya kelak di surga, jikalau aku Engkau buat susah di dunia, janganlah pula Engkau jauhkan aku dari surgamu. Diantara doanya adalah:

“Ya Alloh, engkau perintahkan kami untuk berjihad, engkau perintahkan kami untuk berangkat ke Tabuk, sedangkan engkau tidak memberikan aku sesuatu apapun untuk bekal berangkat berperang bersama Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam-Mu, maka malam ini saksikanlah ya Alloh...sesungguhnya aku telah bersedekah kepada setiap muslim dari perlakuan zhalim mereka terhadap diriku, maka inilah kehormatanku aku infaqkan di jalan-Mu, jika ada seorang muslim menghinakan dan merendahkan diriku, maka aku infaqkan itu semua di jalanMu Ya Alloh..tidak ada yang dapat aku infaqkan sebagaimana orang lain telah berinfaq, kalau sekiranya aku punya sebagaimana mereka punya akan aku infaqkan untukMu, maka yang aku punya hanya kehormatan sebagai seorang muslim, kalau engkau bisa menerimanya, maka saksikanlah kehormatan ini aku sedekahkan untukMu malam ini…”

Alangkah jernihnya doa tersebut…keluar dari hati seseorang yang tidak punya apapun di dunia ini melainkan kehormatan, alangkah teduhnya ucapan di malam hari yang gelap, terangkat doanya ke langit ke tujuh, menggetarkan Arsy Alloh Ta’ala, semua sedekah tidak sehebat sedekahnya. Esok shubuh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memimpin sholat berjama’ah, hadir pula Ulbah bin Zaid. Telah ia lupakan air mata yang tumpah bercucuran di tikar lusuhnya tadi malam, ia lupakan karena telah dibasuh oleh air wudhu yang baru. Akan tetapi Aloh tidak pernah lupa, Alloh tidak pernah menyia-nyiakan doa hamba-Nya. Kejadian di tempat yang sepi tersebut dikabarkan oleh Alloh kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melalui Malaikat Jibril. Selesai sholat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun berdiri kemudian Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bertanya

من يتصدق بصدقة مقبولة في هذه الليلة ؟
Ternyata tidak ada yang berdiri, karena merasa tidak bersedekah tadi malam, atau merasa yakin betul sedekahnya diterima oleh Alloh Ta’ala. Ulbah bin Zaid pun tidak merasa bahwa dirinya telah bersedekah.
Akan tetapi Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mendekati Ulbah dan berkata, “sungguh ya Ulbah, sedekahmu malam tadi telah diterima oleh Allah Ta’ala sebagai sedekah yang maqbul..!!”

Bagaikan aliran listrik yang langsung mengalir ke jantung Ulbah bin Zaid, laksana halilintar dahsyat menghantam dirinya, karena dia sama sekali tidak mengira, cahaya kebahagiaan langsung memancar dari dirinya.

“Benarkah ya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam..benarkah sedekahku yang tadi malam yang tidak ada apa-apanya itu diterima Alloh...??” tanyanya penasaran seolah-olah tidak percaya.

Maka Nabi pun menyerahkan 6 ekor unta kepada Ulbah bin Ziad dan tujuh orang temannya untuk berangkat ke medan jihad, peperangan Tabuk…peperangan yang atas izin Alloh dimenangkan oleh kaum muslimin, ditandai dengan menyerahnya negara-negara boneka Romawi, dan semakin berkurangnya daerah kekuasaan kerajaan Romawi.

Disadurkan dari kajian Ust. Armen rahimahulloh
“Kedermawanan si Faqir, ibroh dari sahabat Ulbah bin Zaid Al Haritsi”
KisahIslam.Com
Selengkapnya...