Sabtu, 03 Juli 2010

Ibadah menurut Islam

Ibadah Menurut Islam

Di zaman sekarang ini banyak orang salah tafsir tentang pengertian ibadah yang sebenarnya. Banyak di kalangan mereka berpendapat bahwa ibadah itu hanya menghendaki manusia shalat, berpuasa, menunaikan haji, berdoa dan berzikir semata-mata. Apakah hanya itu ruang lingkup pengertian ibadah? Akan terbatas segala syariat Islam sekiranya hanya itu yang meliputi bidang ibadah.

Sebenarnya ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia sebagaimana yang disyariatkan dalam Islam. Itulah yang kita amalkan dalam hidup kita sehari-hari asalkan tidak bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah. ALLAH menginginkan segala yang kita lakukan dalam hidup menjadi ibadah, yaitu cara kita berpakaian, cara kita mengatur rumah tangga, bentuk perjuangan kita, pergaulan kita, percakapan dan perbincangan kita, semuanya menjadi ibadah, sekalipun kita berdiam diri juga dapat berbentuk ibadah. Di samping itu aspek-aspek lain seperti pendidikan dan pelajaran, perekonomian dan cara-cara menjalankan ekonomi, soal-soal kenegaraan dan perhubungan antar bangsa pun, semua itu mesti menjadi ibadah kita kepada ALLAH. Itulah yang dikatakan ibadah dalam seluruh aspek kehidupan kita baik yang lahir maupun yang batin.

Ibadah-ibadah ini dapat diuraikan menjadi tiga peringkat ibadah yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, yaitu : Ibadah asas, Ibadah cabang-cabang dan ibadah yang lebih umum

Ibadah yang asas merangkum soal-soal akidah dan keyakinan kita kepada ALLAH, para malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari pembalasan, ketentuan dan ketetapan ALLAH baik ataupun buruk. Itulah yang kita sebut rukun iman. Termasuk dalam uraian ibadah yang asas itu ialah rukun Islam yaitu syahadat, shalat lima waktu, puasa, zakat fitrah dan rukun haji (bagi mereka yang mampu). Kedua bentuk ibadah yang asas itu yaitu rukun iman dan rukun Islam adalah wajib ain atau fardhu ain bagi setiap muallaf. Berarti sebelum kita dapat melaksanakan ibadah-ibadah yang lain, kedua perkara itu perlu ada pada diri kita dan telah dapat kita tanamkan dalam jiwa kita. Tanpa keduanya, semua aktivitas yang lain tidak akan dinilai sebagai ibadah.

Adapun ibadah yang menjadi cabang-cabang dari ibadah asas tadi meliputi perkara yang berkaitan dengan mentajhizkan (menyelenggarakan) jenazah, menegakkan jihad, membangun gelanggang pendidikan dan pelajaran atau mewujudkan perancangan ekonomi Islam seperti mewujudkan perusahaan-perusahaan yang melayani keperluan asas umat Islam.

Termasuklah di dalamnya perusahaan yang dapat menghasilkan makanan wajib seperti gula, tepung, garam, kecap dan perusahaan minuman seperti susu, kopi, teh dan bentuk-bentuk minuman ringan lainnya. Selain dari itu di dalam bidang tersebut, termasuk juga penggalakan usaha-usaha pertanian yang akan menghasilkan beberapa makanan asas bagi umat Islam seperti beras, gandum, ubi dsb. serta perikanan yang dapat menghasilkan ikan basah atau ikan kering. Kalau kita tilik dari satu sudut, pasti kita akan merasakan bahwa hal itu merupakan persoalan asas dalam perjuangan kita menegakkan ibadah kepada ALLAH. Tentulah kita tidak mau darah daging kita berasal dari zat yang bertentangan dengan syariat ALLAH, yang pasti bisa merusak ibadah asas kita.

Dalam menegakkan bentuk pendidikan dan pelajaran, kita semestinya menitikberatkan hasil mutlak dari acuan pendidikan kita pada jiwa anak-anak yang dibina mulai dari peringkat taman kanak-kanak, sekolah menengah sampai universitas. Sehingga lulusannya nanti dapat menyambung perjuangan menegakkan syariat ALLAH. Selain dari itu ibadah yang tergolong dalam cabang-cabang itu ialah membangun klinik dan rumah sakit Islam, serta pembentukan dan penyusunan sistem organisasi dalam negara Islam.

Hal-hal yang termasuk dalam jenis ibadah yang kedua ini dinamakan fardhu kifayah, yaitu fardhu yang menitikberatkan pada soal kemasyarakatan Islam yang juga merupakan urat saraf dan nadi penghubung antara sesama Islam.

Hal itu sangat besar artinya untuk seluruh individu Islam karena bila tidak ada satu orang pun yang mengerjakannya maka seluruh masyarakat itu akan menerima beban dosa dari ALLAH. Namun seandainya ada satu pihak melaksanakan tuntutan fardhu tersebut, maka pihak itu telah melepaskan tanggungan dosa bagi seluruh masyarakat Islam. Karena itulah fardhu kifayah merupakan urat nadi penghubung antara sesama Islam. Cuma masyarakat Islam tidak memahami peranan fardhu kifayah tersebut, karena itu hubungan ukhuwah Islamiah tidak begitu menonjol di zaman sekarang. Seandainya fardhu kifayah itu dapat memberi makna, sudah pasti kita merasa bersyukur sekiranya ada di kalangan kita yang telah melepaskan tanggungan dosa umum dan sudah pasti kita akan memberikan dukungan kepadanya. Karena itu tidak akan ada istilah gagal dalam melaksanakan fardhu kifayah.

Termasuk dalam ibadah cabang adalah ibadah-ibadah yang disebut sunat ain. Kecil timbangannya tetapi besar maknanya. Tergolong di dalamnya yaitu shalat sunat rawatib, shalat witir, shalat tahajud, shalat dhuha, puasa syawal, puasa Senin dan Kamis, bersedekah dan membaca Al Quran. Pelaksanaan ibadah itu mendatangkan pahala sedangkan jika tidak dilakukan tidak akan mendatangkan dosa. Namun karena ibadah itu memberikan manfaat maka lebih baik jika dikerjakan.

Dan ibadah ketiga yaitu ibadah yang lebih umum yaitu hal-hal yang merupakan pelaksanaan mubah saja tetapi bisa menjadi ibadah dan mendatangkan pahala. Amalan seperti itu dapat menambah bakti kita kepada ALLAH agar setiap perbuatan dalam hidup kita ini tidak menjadi sia-sia. Tergolong dalam amalan-amalan itu seperti makan, minum, tidur, berjalan-jalan, berwisata dan sebagainya.

Semua kegiatan-kegiatan tersebut dapat bernilai ibadah asal memenuhi 5 syarat berikut :
1. Niat yang benar
2. Pelaksanaannya benar, tidak melanggar syariat atau peraturan Tuhan
3. Perkara (subyek) kegiatan tersebut dibenarkan oleh syariat dan mendapat keredhaan ALLAH, misalnya berdagang makanan, minuman dsb.
4. Natijah (Hasil) mesti baik karena merupakan pemberian ALLAH ataupun nikmat-Nya kepada hamba-Nya. Dan setelah itu, hamba-hamba yang dikaruniakan rahmat itu wajib bersyukur kepada ALLAH. Bagaimanakah seseorang itu menunjukkan tanda bersyukur kepada ALLAH? Di antaranya dengan berzakat, melakukan korban, serta
membuat amal bakti seperti bersedekah dan sebagainya
5. Tidak meninggalkan atau melalaikan ibadah-ibadah asas.


1. Niat

Di dalam ajaran Islam, niat memainkan peranan yang penting untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal adat dan antara niat karena ALLAH dengan niat karena yang lain-lain. Agar perbuatan kita itu menjadi ibadah maka niat hendaklah betul. Artinya setiap perbuatan atau amalan kita sehari-hari mesti dimulai dengan niat karena Allah, untuk mendekatkan diri kita dan mengajak orang lain kepada Allah agar Allah dicintai, dirindui dan dijadikan segalanya. Sabda Rasulullah SAW :

Artinya: "Bahwasanya amalan-amalan itu adalah sah dengan niat dan adalah setiap seorang itu apa yang dia niatkan."

Artinya: "Niat orang mukmin itu adalah lebih baik daripada amalanya. "

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan menentukan apakah satu amalan itu menjadi ibadah atau tidak. Dan karena itu kita harus mendalami pengertian mengenai pelaksanaan agar benar-benar di atas landasan syariat. Dalam hal ini ALLAH tidak akan membiarkan seseorang itu tanpa panduan jika benar-benar mempunyai hasrat mengikut syariat. Untuk memelihara keselamatan manusia di dalam pergaulan agar senantiasa melaksanakan sesuatu menurut landasan yang ditetapkan, ALLAH berfirman:

Artinya: "Dan jika mereka berjuang pada jalan Kami (ikut peraturan Kami) sesungguhnya Kami akan tunjukkan jalan Kami (jalan keselamatan) bahwasanya ALLAH beserta orang-orang yang berbuat baik." (Al Ankabut: 69)

Dalam hal ini ulama juga berkata:

Artinya: "Yang hak kalau tidak ada peraturan akan dikalahkan oleh yang batil yang ada peraturan."

Setiap perbuatan kita agar bernilai ibadah di sisi Allah, tujuannya adalah Allah, untuk mencari redho dan mendekatkan diri kepada Allah. Untuk mencapai tujuan ini sudah tentu Allah memberi jalan-jalannya kepada kita. Itulah syariat. Tidak mungkin kita dapat mencapai tujuan tanpa mengikut syariat Tuhan, dengan cara mereka-reka atau mengikut jalan-jalan orang lain.

3. Perkara (subyek)

Adapun perkara atau subyek yang menjadi tumpuan untuk dilaksanakan itu mestilah tidak dilarang oleh syariat dan mendapat keredhaan ALLAH. Subyek yang paling utama mestilah suci agar benar-benar menjadi ibadah kepada ALLAH. Hal itu menjadi lebih penting dan utama bila pelaksanaan itu melibatkan soal makanan dan minuman seperti dalam mencari rezeki untuk dijadikan makanan keluarga atau dalam perniagaan makanan yang hasilnya menjadi makanan semua umat Islam. Dalam hal ini Rasulullah SAW memberikan keterangan dalam haditsnya :

"Tiap-tiap daging yang tumbuh dari benda yang haram, maka neraka adalah yang lebih sesuai dengannya." (Riwayat At tarmizi)

"Hati dibina oleh makanan dan minuman."

Jadi nyata sekali bahwa Rasulullah SAW begitu mengutamakan perihal makanan karena kalau yang dimakan atau diminum itu kotor mengikut syariat Islam, hati orang akan dibentuk sebegitu rupa hingga menjadi keras kepala dan sukar menerima kebenaran. Terkadang orang tersebut langsung menolak kebenaran dan menentangnya pula.

4. Natijah (Hasil)

Natijah merupakan hasil usaha seseorang. Hasil itu mesti baik karena merupakan pemberian ALLAH ataupun nikmat-Nya kepada hamba-Nya. Dan setelah itu, hamba-hamba yang dikaruniakan rahmat itu wajib bersyukur kepada ALLAH. Bagaimanakah seseorang itu menunjukkan tanda bersyukur kepada ALLAH? Di antaranya dengan berzakat, melakukan korban, serta membuat amal bakti seperti bersedekah dan sebagainya. ALLAH berfirman sebagai berikut :

Artinya: "Jika kamu bersyukur niscaya akan Aku tambah lagi nikmat-Ku kepadamu dan jika kamu kufur sesungguhnya siksaan-Ku sangat dahsyat."

Dengan itu, natijah setiap amalan agar menjadi ibadah ialah dengan membelanjakan keuntungan yang diperoleh atau hasil usaha setiap pelaksanaan untuk jalan ALLAH. Seperti dibelanjakan untuk membantu kaum miskin atau anak-anak yatim. Jika berupa ilmu yang dicari maka ilmu itu hendaklah digunakan sesuai dengan yang diredhai ALLAH, begitu pula dengan natijah-natijah yang lain. Mestilah digunakan untuk perkara-perkara yang benar-benar sah dan halal.

5. Tidak meninggalkan ibadah Asas

Dua perkara utama yang menjadi ibadah asas ialah rukun iman yang terdiri dari enam rukun dan rukun Islam yang terdiri dari lima rukun. Kedua hal itulah yang merupakan tapak untuk menegakkan segala amalan yang lain. Bila tidak ada kedua hal tersebut sama halnya seperti mendirikan rumah di atas air. Di dalam syariat Islam telah dijelaskan sebagai berikut :

Artinya: "Yang awal di dalam agama ialah mengenal ALLAH Taala."

Begitu juga dengan lima perkara rukun Islam. Hal tersebut menjadi perkara asas yang perlu diketahui oleh setiap orang Islam dan melaksanakan amalan yang tergolong di dalamnya merupakan amalan asas. Amalan-amalan yang lain hanyalah merupakan pelengkap saja. Pokok segala amalan bermula dari rukun Islam. Di antara lima perkara dalam rukun Islam itu, adalah shalat. Rasulullah sangat menekankan begitu pentingnya amalan shalat dalam sabdanya:

Artinya: "Shalat itu adalah tiang agama. Barang siapa telah mendirikannya maka dia telah mendirikan agama. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah meruntuhkan agama."

Jadi sangat jelas bahwa setiap amalan berasas kepada dua perkara ini yang merupakan amalan yang paling wajib. Artinya tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Jika tidak ada rukun Iman dan rukun Islam, maka seluruh amalan lain, tidak ada artinya lagi. Jika kita ibaratkan amalan kita itu seperti sebatang pohon, rukun Iman adalah akar tunjangnya sedangkan rukun Islam adalah batang utamanya. Bila keduanya rusak, maka seluruh ranting-ranting, daun, bunga dan buah tidak ada artinya lagi.

Bagaimana tindakan kita agar amal kita memenuhi syarat-syarat yang disebutkan itu hingga menjadi ibadah?

Misalnya kita melibatkan diri dalam perdagangan dan hasrat kita perdagangan itu menjadi ibadah kepada ALLAH. Pertama kita perlu meneliti niat kita apakah sesuai dengan syarat pertama. Siapkan niat yang betul untuk menunaikan perintah ALLAH serta untuk membantu anggota masyarakat agar mendapat manfaat dari perdagangan kita. Kalau perdagangannya berupa makanan, makanannya mesti memudahkan umat Islam untuk membeli serta memenuhi keperluan hidupnya yang pokok, sedangkan kalau perdagangan kita berbentuk pelayanan masyarakat seperti pengobatan, notaris, penulisan dan bentuk-bentuk layanan profesional lainnya maka niatnya mestilah untuk melayan anggota masyarakat karena ALLAH. Kalau perdagangan kita tidak diwujudkan, umat Islam akan susah karena terpaksa mendapatkan pelayanan dari orang yang bukan Islam.

Begitu juga dalam bidang-bidang perdagangan yang lain di mana keberadaan perdagangan itu mesti diniatkan karena ALLAH dan memberi manfaat terutama untuk seluruh anggota masyarakat Islam.

Dengan demikian, kalau perdagangannya tidak membantu masyarakat Islam mendapatkan keperluan asasnya, seperti perdagangan yang membawa kehancuran hidup maka sukarlah mengukuhkan niat yang betul. Kemudian kita fikirkan tentang pelaksanaan perdagangan, yaitu cara kita menjalankan perdagangan. Tentunya hal itu melibatkan kejujuran, amanah dan bersih dari amalan-amalan yang bertentangan dengan syariat Islam dan sebagainya. Dan yang ketiga, kita perhatikan apakah dalam urusan perdagangan itu terhindar dari hal-hal yang tidak halal atau tidak mengikut syariat Islam, seperti perdagangan menjual arak, rokok dan sebagainya. Keempat, kita tinjau natijah (hasil) perdagangan itu di mana kalau kita mendapat keuntungan, kita tidak mengabaikan zakatnya dan soal-soal pengorbanan serta turut membantu perjuangan menegakkan agama ALLAH serta membantu kaum yang miskin dan lemah. Yang kelima, kita perlu memikirkan soal-soal asas, yaitu dalam kesibukan kita menjalankan perdagangan kita tidak boleh melalaikan shalat, puasa dan sebagainya. Karena kesibukan itu tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan atau melalaikan yang wajib. Perdagangan kita tidak bernilai ibadah di sisi Allah bila kita meninggalkan atau melalaikan perkara yang paling utama selepas iman yaitu shalat.

Kadang-kadang dalam mencari rezeki kita mesti benar-benar faham apakah sesuai dengan lima syarat ibadah. Kita dapat tergelincir dalam usaha mencari rezeki hingga pegangan kita kadang-kadang menjadi salah. Bagaimana niat mencari rezeki yang benar? Yaitu mencari rezeki untuk menanggung dan membiayai hidup keluarga yang merupakan tuntutan wajib dari ALLAH. Terkadang ada di antara kita yang berniat untuk mencari kekayaan dan kemewahan hidup agar dipandang mulia dan dihormati masyarakat karena baginya kekayaan itu adalah kemegahan padanya.

Pelaksanaan dalam mencari rezeki perlu sekali dipertimbangkan karena banyak di kalangan kita yang salah hingga usaha-usaha yang bertentangan dengan syariat dianggap sebagai sumber rezeki. Mencuri, riba, menjual kehormatan dan perbuatan sejenisnya kadang-kadang dianggap sebagai sumber rezeki yang benar, padahal sebenarnya bertentangan dengan syariat. Kadang-kadang dalam pelaksanaan mencari rezeki kita bergaul antara lelaki perempuan yang bukan muhrim. Itu juga salah.

Sah atau halalnya usaha-usaha kita dalam mencari rezeki dapat ditinjau dari jenis kerja yang kita lakukan misalnya bercocok tanam, menangkap ikan, berternak, bekerja di pabrik-pabrik yang hasilnya tidak bertentangan dengan syariat seperti pabrik roti, susu dan sebagainya dan bukannya pabrik-pabrik yang menghasilkan arak. Sumber keuangan tempat bekerja itu juga tidak bergantung sepenuhnya dengan hasil riba dan sebagainya.

Keempat, natijah (hasil) mencari rezeki itu pun hendaklah dengan tujuan memberi makan, pakaian dan perlindungan kepada keluarga dan diri sendiri, bukannya untuk berjudi, bersenang-senang dengan berbagai bentuk hiburan atau meminum arak dan lain-lain yang sejenis.

Akhirnya, sewaktu mencari rezeki, jangan kita melalaikan perkara yang asas seperti shalat dan puasa atau lalai dalam mencari ilmu fardhu ain.

Demikianlah lima syarat ibadah bagi setiap amal dan perbuatan. Kalau setiap perbuatan kita, diselaraskan dengan syarat-syarat itu maka amal-amal kita dari wajib yang paling besar hingga mubah yang paling kecil, akan menjadi ibadah kepada ALLAH dan kita akan diberi ganjaran pahala dari-Nya. Dua puluh empat jam kita akan selalu dalam keadaan ibadah kepada Allah.

0 komentar: